Kamis, 24 April 2014

Menangkarkan burung parkit


Menangkarkan burung parkit


Berternak atau menangkarkan parkit lumayan gampang-gampang susah. Jenis burung ini terbiasa hidup berkoloni, apabila ada yang salah satu burung yang sakit dan tidak langsung di isolasi (dipisah) biasanya akan cepat menyebar kesemua burung yang ada dalam satu kandang tersebut tapi walau bagaimanapun beternak parkit sangat menyenangkan karna jenis burung ini memiliki kelebihan dalam corak warna bulunya yang cantik dengan berbagai warna yang menarik ( bright and full color ) dan kadang suaranya juga banyak menarik perhatian pecinta burung kicau. Juga jenis burung tersebut mampu bertelur hingga 6 s/d 10 butir telur.



Selain mudah dalam perawatannya , juga masalah pakan yang mudah juga murah, untuk masalah pakan murah tergantung dari bagaimana kita membiasakan burung tersebut untuk memakan makanan dengan jenis harga murah. 

Sebelum mulai dengan menangkarkan parkit ini terlebih dahulu pilihlah indukan burung parkit yang masih muda, dengan ciri warna hidung di atas paruhnya masih berwarna merah mudah dan belum banyak bersisik putih, juga kaki yang masih belum banyak warna sisik putihnya.

tangkarlah 2 pasang burung parkit, sebagai awal untuk indukan. Yang harganya per ekor berkisar rp.70.000,- s/d rp. 100.000,-
buatlah kandang terlebih dahulu dari kawat ram dan kayu, atap terserah, dengan ukuran standart kurang lebih 1,5 m x 1,5 m dan tinggi minimal 1,5 m dan usahakan ada jarak dari tanah sekitar 20 cm. Alas juga sebaiknya terbuat kawat ram. Tanah di bawahnya sebaiknya diberi kapur untuk mengurangi kadar asam dari kotoran burung sehingga burung lebih sehat. Sebaiknya pintu kandang di buat 2, satu berukuran kecil yang terletak di tengah, dan satunya berukuran besar untuk kita bisa masuk ke kandang tersebut. Tentunya di bawah bagian alas ada media yang kuat untuk tempat kita berpijak.

 

buatlah juga sangkar untuk bertelur berbentuk kubus dengan ukuran 15 cm x 15 cm dari kayu yang agak lunak, dan lubangi depan sangkar serta berilah alas berpijak di bawah lubang tersebut. Diameter lubang kira-kira 2.5 cm, jarak lubang masuk burung dari alas bawah kubus kira-kira 5 cm dan berilah serbuk atau serpihan kayu di dalam sangkar tersebut. Sebaiknya buatlah sangkar dengan jumlah yang banyak, kira-kira 5 – 10 sangkar yang dipasang disisi belakang sangkar dengan tinggi 1 m lebih dari alas kandang.
berilah cabang-cabang ranting untuk tempat bertengger. Usahakan bagian belakang sangkar ditutup dengan media yang gelap agar burung tenang saat bersarang/bertelur dan terhindar dari hewan pengganggu lainnya.

untuk minum sebaiknya perlu diberi vitamin yang bisa didapatkan di toko2 burung, dan untuk tempat minum atau makanannya bisa menggunakan media tempat minum ayam potong sehingga bahan makanan / minuman bisa otomatis turun saat saat termakan. Jagalah kebersihan tempat minumnya, cucilah 4 hari sekali agar tidak lembab dan berlumut. Sediakan pasir sebagai bahan pembantu pencernaan burung. Untuk jenis makanan bisa millet, jagung muda atau biasakan juga dengan gabah padi ( karena harganya murah ). Keuntungan menggunakan tempat makan/minum milik ayam adalah bila seawktu-waktu ternak burung kita tersebut kita tinggal untuk waktu yang agak lama, burung tetap bisa mendapatkan bahan untuk makan dan minum yang tetap banyak.

bila sarana kandang, sangkar untuk bertelur dan makanan cukup baik, maka burung akan cepat untuk bertelur. ( biasanya telur menetas dalam waktu lebih kurang 19 hari ). 

sumber : berbagai sumber

Budidaya kangkung darat organik



Budidaya kangkung darat secara organikKangkung (Ipomoea Spp.) merupakan salah satu sayuran yang tumbuh baik di daerah tropis. Di Indonesia terdapat dua macam kangkung yang dibudidayakan secara komersial, yakni kangkung darat (Ipomoea Reptans) dan kangkung air (Ipomoea Aquatica). Perbedaan utama dua jenis kangkung ini adalah pada bentuk daun dan warna bunga.
Kangkung darat berwarna hijau terang dengan ujung daun yang runcing. Warna bunga kangkung darat putih. Sedangkan kangkung air daunnya berwarna hijau agak gelap dengan ujung yang membulat atau lebih tumpul  sehingga terlihat lebih lebar. Warna bunga kangkung air cenderung ungu. Selain perbedaan fisik, kebiasaan cara memanen dua jenis kangkung ini berbeda pula. Kangkung darat di panen dengan cara dicabut, sedangkan kangkung air dipanen dengnan cara dipotong.
Saat ini kangkung darat lebih banyak beredar di pasar-pasar komersial dibanding kangkung air. Kangkung air lebih banyak dikonsumsi dan ditanam secara subsisten oleh masyarakat. Budidaya kangkung darat sangat mudah, karena sayuran ini bersiklus panen cepat dan relatif tahan hama. Karena itulah, harga kangkung dipasaran relatif murah dibanding jenis sayuran lain. Untuk meningkatkan nilai tambah, kita bisa melakukan budidaya kangkung darat secara organik. Harga kangkung darat organik relatif lebih tinggi.
Budidaya kangkung darat dapat dilakukan baik didataran rendah maupun dataran tinggi. Untuk bisa tumbuh dan berkembang dengan baik, budidaya kangkung darat harus mendapatkan curah hujan dan sinar matahari yang cukup. Kangkung darat bisa diperbanyak dengan biji dan stek. Namun khusus untuk kangkung darat, para petani biasa melakukannya dengan biji.

Penyiapan benih untuk budidaya kangkung

Untuk mendapatkan tanaman yang baik, tentunya harus dilakukan pemilihan benih yang baik pula. Terdapat beberapa benih unggul kangkung yang terkenal seperti varietas Sutera dan Bangkok. Benih sutera merupakan benih yang diintroduksi dari kangkung Hawaii oleh Departemen Pertanian pada tahun 1980-an. Namun yang banyak beredar saat ini adalah kangkung keluaran Bisi dan Panah Merah serta kangkung asal Jawa Timur seperti Sidoarjo. Agak sulit untuk menelusuri varietas-varietas kangkung yang beredar dipasaran.
Benih kangkung darat yang baik adalah benih yang daya tumbuhnya lebih dari 95 persen dan tumbuhnya tegak setidaknya hingga umur 8 minggu. Karena kangung darat yang tumbuh menjalar tidak begitu diminati pasar. Usahakan jangan menggunakan benih yang telah disimpan lebih dari satu tahun. Karena produktivitasnya akan menurun.

Pengolahan lahan dan pemupukan dasar

Pada budidaya kangkung darat  tanah harus diolah dengan dicangkul agar gembur kemudian buat bedengan dengan lebar 1 meter dan panjang menyesuaikan dengan petak lahan. Jarak antar bedengan 30-40 cm, fungsinya sebagai saluran drainase dan jalan untuk pemeliharaan dan pemanenan.
Untuk budidaya kangkung organik, siapkan pupuk dasar dari jenis pupuk organik, bisa menggunakan pupuk kandang yang telah matang atau pupuk kompos. Pupuk kandang lebih praktis karena tidak perlu menyiapkannya secara intensif, cukup mendiamkannya hingga kering sebelum digunakan. Sementara penyiapan pupuk kompos relatif lebih lama. Apabila menggunakan pupuk kandang, lebih baik pilih kotoran ayam dibanding kotoran kambing atau sapi. Karena kotoran ayam lebih cepat terurai, sehingga cocok dengan tanaman kangkung yang bersiklus panen cepat. Tebarkan pupuk tersebut di atas bedengan, kira-kira 10 ton per hektar. Kemudian diamkan selama 2-3 hari.

Penanaman

Budidaya kangkung darat organik
Penanaman dengan cara ditebar
Penanaman pada budidaya kangkung darat dapat ditebar langsung  atau ditugal. Sementara itu, cara disemaikan dan lalu dipindah tidak terlalu ekonomis untuk budidaya kangkung darat.  Cara ditebar langsung dilakukan dengan menebarkan benih di atas bedengan. Cara ini cukup cepat dan cocok dilakukan ditempat yang kurang orang atau ongkos tenaga kerja mahal. Kelemahan cara ini adalah boros pada penggunaan benih, karena bisa menghabiskan 5-10 kilogram benih per hektar. Cara ini memerlukan pekerja yang terampil agar hasil tebar merata. Hanya saja sulit untuk mendapatkan kepadatan populasi tanaman yang ideal. Dimana kepadatan ideal bagi tanaman kangkung adalah 50.000 pohon per hektar.
Cara yang kedua yaitu, dengan ditugal. Enaknya dengan cara ini kita bisa mengatur jarak tanam sehingga bisa didapatkan kerapatan populasi tanaman yang ideal. Jarak antara lubang tugal adalah 10 x 5 cm, setiap lubang diisi 2-3 biji benih. Hanya saja dengan cara ini dibutuhkan lebih banyak tenaga kerja karena pekerjaannya akan lebih lama.  Penugalan tidak perlu terlalu dalam, karena budidaya kangkung darat tidak memerlukan perakaran yang terlalu kuat.
Pemeliharaan dan pemupukan lanjutan
Dalam budidaya kangkung darat tidak diperlukan pupuk yang intensif. Kangkung darat merupakan tanaman yang tahan pada kondisi kesuburan tanah sedang. Sebenarnya pemupukan awal sudah cukup untuk memberikan nutrisi pada tanaman hingga siap panen. Namun hal ini sangat tergantung pada kondisi kesuburan tanah masing-masing. Tanah yang sebelumnya bekas ditanami tumbuhan kacang-kacangan relatif tidak memerlukan pupuk tambahan cukup dengan pupuk organik dasar yang telah diberikan diawal.
Hanya saja apabila tanaman terlihat kurang subur yang ditandai dengan warna hijau yang pudar perlu dilakukan pemupukan tambahan. Kangkung darat sangat responsif terhadap nitrogen. Apabila diperlukan bisa diberikan pupuk organik kaya akan nitrogen seperti kotoran ayam yang telah matang bercampur sekam atau kompos yang kaya nitrogen.
Pemeliharaan selanjutnya yang harus diperhatikan adalah penyiraman. Kangkung darat memerlukan banyak air untuk tumbuh. Namun apabila curah hujan terlalu tinggi, daun yang dihasilkan akan jelek. Pada musim kering perlu penyiraman yang rutin, setiap pagi dan sore hari. Jika tanaman terlihat layu dan menguning disiang hari, lakukan juga penyiraman dengan intensitas yang cukup. Kurangnya intensitas penyiraman di siang hari terik bisa membuat tanaman mati.
Hal selanjutnya adalah penyiangan, walaupun kangkung merupakan tanaman siklus cepat adakalanya tanaman muda kalah bersaing dengan rumput. Terutama saat penebaran benih awal, pertumbuhan dari benih menjadi tanaman relatif agak lama sehingga potensi tersalip gulma cukup tinggi. Apabila terjadi hal seperti ini, gulma tersebut harus cepat disingkirkan dengan dicabut.
Hama yang biasa menyerang kangkung antara lain belalang, ulat grayak (Spodotera Litura) dan kutu daun  dari (jenis Myzus Persicae dan Aphyds Gossypii). Gejala serangan ulat grayak adalah daun bolong-bolong dan pinggiran dau bergerigi bekas gigitan. Sedangkan kutu daun membuat tanaman kerdil dan dau melengkung. Karena kutu daun menyerap cairan dari tanaman.
Sementara itu penyakit yang biasanya menyerang adalah penyakit karat putih (Albigo Ipomoeae Panduratae). Bila terserang penyakit ini akan muncul bercak putih pada daun kemudian akan semakin meluas.  Dalam budidaya kangkung darat organik, penanganan hama harus dilakukan secara terpadu. Untuk mengurangi resiko serangan hama dan penyakit, perlu dilakukan rotasi tanam, mengatur jarak tanam dan melakukan penyiraman yang tepat. Atau bila terpaksa bisa menggunakan pestisida hayati seperti daun nimba, gadung, dan sereh wangi.

Pemanenan

Budidaya kangkung darat dari awal sebar hingga panen memakan waktu 30-45 hari. Pemanenan bisa dilakukan dengan dua cara dipotong dan dicabut. Khusus untuk kangkung organik, sebaiknya pemanenan dilakukan dengan dicabut. Karena selera pasar kangkung organik, yakni pasar-pasar moderen, lebih memilih tanaman kangkung yang lengkap dengan akarnya. Pemanenan dengan cara dicabut akan menghasilkan tanaman kangkung sebanyak 23 ton per hektar.
Sebelum di kemas dan dikirim ke pasar, hendaknya kangkung yang telah dicabut dibersihkan dulu dari tanah. Pencucian dilakukan dengan air mengalir atau air bersih agar terhindar dari kontaminan-kontaminan berbahaya. Tempatkan kangkung di tempat yang lembab dan jangan tersengat sinar matahari langsung.

Pasca panen dan pemasaran

Berbeda dengan hasil budidaya konvensional, budidaya kangkung darat organik akan menghasilkan produk organik yang bersih dari kontaminan zat kimia berbahaya. Oleh karena itu, produknya cenderung mempunyai harga yang lebih tinggi. Sebaiknya jangan dijual langsung kepada para pengepul yang biasanya sudah siap mengambil langsung dari lahan. Apabila strategi pemasarannya kita jalankan, bukan tidak mustahil keuntungan yang diperoleh juga lebih besar. Ada beberapa tips untuk memasarkan kangkung darat organik:
#1  Penjualan langsung di kebun (farm gate sale)
Apabila kebun Anda mudah dijangkau, sebaiknya buka penjualan langsung di kebun. Sasaran pembelinya adalah konsumen akhir.  Biasanya konsumen sayur organik bersedia untuk datang langsung ke kebun untuk memastikan produk yang dibelinya. Apalagi sekarang populer semboyan know your food is know your farm. Dengan cara ini bisa dihemat ongkos distribusi. Ada beberapa kebun yang berhasil menerapkan cara seperti ini, salah satunya Kebun Organik Agatho di puncak, Bogor.
#2  Memetik sendiri (pick your own)
Dengan berkembangnya agrowisata, banyak  kebun yang menawarkan beli dan petik sendiri. Cara seperti ini banyak diterapkan oleh kebun-kebun organik di Lembang, Bandung.
#3  Penjualan langsung (direct seling)
Penjualan langsung bisa dilakukan dengan memelihara hubungan dengan komunitas-komunitas konsumen organik. Perlu strategi pengatiran jadwal tanam dan mengembangkan keragaman tanaman untuk memenuhi permintaan konsumen. Kita bisa mengirimkan sayuran ke konsumen dalam bentuk paket-paket siap konsumsi. Untuk bisa menyediakan paket lengkap sebaiknya bekerjasama dengan sesama pembudidaya pertanian organik lainnya.
#4  Tempat khusus di pasar ritel
Apabila punya lobi yang baik, sayur organik bisa langsung masuk ke  pasar ritel moderen. Di ritel-ritel tersebut kita bisa meminta dibuatkan display khusus organik dan menggunakan harga premium.
#5  Gerai khusus toko organik
Cara ini bisa dilakukan dengan kemitraan atau pengembangan usaha sendiri, mulau dari on farm sampai off  farm apabila Anda modal cukup. Cara ini dipakai oleh beberapa gerai organik di Jakarta yang bekerja sama dengan para petani organik di Bogor.
#6  Penjualan ke grup atau koperasi
Saat ini masih jarang petani yang membuat grup atau kelompok khusus organik. Namun seiring dengan semakin populernya pangan organik, asosiasi-asosiasi petani organik sudah mulai banyak terbentuk. Salah satunya adalah Asosiasi Organik Indonesia

.http://www.alamtani.com/budidaya-kangkung-darat-organik.html

Minggu, 21 April 2013

Sedhekah Bumi Perang Obor Desa Tegal Sambi Kabupaten Jepara


Nalika abad XVI M, ing desa Tegalsambi Tahunan Jepara ana petani kang sugih banget jenenge Mbah Kyai Babadan. Dheweke duwe kewan ternak akeh banget. Salah sijine kebo lan sapi. Kyai Babadan duwe rewang kanggo ngrumati kewan ternake, yaiku Ki Gemblong. Ki Gemblong iku wonge tekun lan rajin banget ngrumati kewan ternake. Esuk lan sore kewane mesthi diadusi ing kali lan dipakani terus, mula kewane padha lemu-lemu. Kyai Babadan seneng banget lan muji-muji Ki Gemblong merga dheweke tekun lan patuh.
Sawijining dina, Ki Gemblong angon kewan ternake ing pinggir kali Kembangan karo ndelok iwak lan urang sing ana ing kali mau. Ki Gemblong pengin nangkep iwak-ieak mau banjur tangkepane dibakar neng pinggir kali trus dipangan.

Kedadean iki dilakoni saben dina dening Ki Gemblong, sahingga dheweke lali karo kewan sing lagi diangon kang ngakibatake kewan ternak mau kuru-kuru banjur padha lara, malah ana sing mati barang. Kedadean iki nggawe Ki Babadan pikiran, banjur dheweke nggolek obnat kanggo kewan kang padha lara, nanging usahane sia-sia, kewan ternake tetepa padha mati.
Akhire, Ki Babadan ngerti kenapa ternake padha mati, sebabe yaiku Ki Gemblong wis ora gelem ngrumati kewan ternake maneh amarga dheweke luwih seneng nyekel iwak neng kali Kembangan.
Weruh kedadean iku, Ki Babadan nesu banget nalika weruh Ki Gemblong lagi seneng-seneng nyekel iwak neng kali. Ki Babadan banjur ngepruki Ki Gemblong nganggo obor sing digawe sangka plapah klapa. Weruh gelagat mau, Ki Gemblong ora meneng wae. Dheweke njupuk obor sing padha karo sing digawa Ki Babadan, banjur Ki Gemblong perang obor kari Ki Babadan. Genine tekan endi-endi, nganti mbakar tumpukan gabah sing ana ing sebelah kandhang. Kobaran geni mau ndadekake sapi lan kebo sing ana ing kandhang padha mlayu, kewan sing asale padha lara banjur waras dhewe.
Kedadean iku banjur ditampa masyarakat desa Tegalsambi, lan dianggep anane perang obor bisa ngusir penyakit. Nganti saiki, tradisi perang obor isih dilakoni masyarakat Tegalsambi saben ulang taune Jepara.


Kamis, 17 Mei 2012

SUNAN KUDUS



Sunan Kudus kuwi asline ora saka Kudus. Dheweke teka saka Jipang Pamelang (ana sing  ngarani sisih lor Bloro), adone 25  kilometer  saka arah  kulan kutha Kudus,  Jawa Tengah.  Ing kono  dheweke dilahirake,  lan diwenehi jeneng Ja’far Shodiq. Dheweke yaiku ana saka Sunan Udung utawa Raden Ja’far Shodiq. Dheweke yaiku anak saka sunan undung  utawa (Raden Usman Haji) karo Syarifah, putune Sunan Ampel. Samangso  kesuwure Sultan Undung kesuwur Panglima Perang sang gagah.
Nganti sauntara wektu, Sunan Undung mati sajerone perang antarane Demak lan Majapahit. Sawise iku, Ja’far Shodiq  nganti palungguhane bapake. Tugas sing paling baku yaiku ngalahke laladan Kraton Majapahit kanggo ngambakake panguwasa Demak. Kasunyatan Ja’far Shodiq bisa mboktekake ing laladan perang, ora kalah saka kepinterane bapake
Ja’far Sodiq kasil ngembangake Kerajaaan Demak, nganti tekan Madura, lan tekan sisih  kulon nganti Cirebon.
Ja’far Shodiq kelakon sembarake  laladan Kraton Demak, Megetan  nganti Madura, lan ngulon  nganti Cirebon. Kasil iki banjur nyebabake macem-macem crita kadigdayane Ja’far Shodiq.  Contone sadurunge perang Ja’far Shodiq diwenehi  badhong  bangsane rompi karo Sunan Gunung Jati. Badhong iku di gowo mubeng-mubeng  sajerone perang.
                “Ngger enggone badong iki kanggo ngayomi awakmu yen kowe perang,” kandane sunan Gunung Jati.
Iki badhong sekti ojo nganti  bodong  iki kok ilangake  iki badhong wasiat, mengko saben kowe nggunakake badhong iki  mesthi bakal ana keajaiban  sing kodelok.
                “Inggih matur nuwun  Sunan, kula badhe ngginakake badhong punika kanthi  sae  lan badhe kula rumat. Kula nyuwun  pamit saha nyuwun pangestune Sunan Gunung Jati, supados anggenipun kula kesah diparingi  keselametan.”
                “Iya, tak  pangestuni ngger, sing ngati-ati,” Ja’far Sodiq langsung lunga.
                Kadigdayane  saka badhong iku banjur metu  mayuto-yuto tikus, sing uga kasunyatan digdaya. Yen digebug, tikus iku ora  malah mati, nanging saya ngamuk sakarepe dhewe. Bala tentara Majapahit  wedi mlayu sipat kuping, dhewe uga duwe sawijine pethi sing mati diantup tawon. Sing mesthi pimpinan pasukan majapahit Adipati Tenung, nyerah karo pasukan Ja’far Sodiq. Sabubare perang, Ja’far Shodiq ngawini anake Tenung, sing akhire duwe anak wolu.
                “Ja’far Sodiq dakakoni pancen kowe sekti, aku nyerah,” kandhane Adipati Terung marang Ja’far Sodiq. Aku duwe hadiah kanggo kowe. Apa kowe gelem dakkawinke karo anakku? Anakku ayu lan pinter.
                “Inggih, kula purun. Putrane panjenengan punapa purun kaliyan kula?”
                “Anakku mesthi gelem, lha wong anakku kuwi bocahe nurut marang aku.”
                Bareng tekan kratone Adipati Tenung ngomong karo anake.
                “Nduk, kowe kuwi wis gede, wes wayahe awakmu mbangun bale wisma,” kandhane Adipati Tenung marang anake.
                “Pepengine rama, kula enggal-enggal krama ngater?”
                “Iya, aku wis nemu jodho kanggo kowe, wong gagah, bagus, sekti lan nduwe sopan santun kang apik.”
                “Inggih rama, kula manut kaliyan rama kemawon, pundi ingkang sae kagem kula.”
                Akhire Ja’far Shadiq kawin karo putrane Adipati Tenung.
                Asile ngalahake Majapahit, Ja’far Sodiq saya kuat. Deweke entuk tugas kanggo ngalahake Adipati Handayaningrat, sing duwe niat nyerang Kerajaan Demak. Adipati Handayaningrat kaya dene pangkat sing dinggo Kebo Kenanga, panguwasa laladan pengging, wilayah Boyolali lan sakiwa tengene.
                Kebo Kenanga nduweni niat ngedekake negara dhewe karo ki Ageng Tingkir. Kekarone kuwi pendhereke Syekh Siti Jenar, sawijining guru sing mulang urip model suti. Kebo Kenanga lan Tingkir digambarake kaya dene dulur seperjuangan, sing padha sayange kaya dene dulur kandhung.
                Tandha-tandha mbalela kebo kenanga saya katon wektu dheweke mbangkang karo Raja Demak, Adipati Bintara utawa sing luwih kesuwur ajejuluk Raden Patah. Layang undangan sing digawe Raden Patah ditelantarake Kebo Kenanga nganti telung taun. Mula Raden Patah mutusake ngalahake mbalelane Kebo Kenanga iku.
                “Aku emoh ngadep Adipati Bintara,” kandhane Kebo Kenanga.
                “Aku arep ngedekake negara dewe karo ki Ageng Tingkir.”
                “Nganti salawase aku ora bakal ngadep Adipati Bintara.”
                “Wis nganti telung taun Kebo Keananga ora ngadep aku,” ngendikane Raden Patah.
                “Aku wis pasrah, yen ngene iku aku mutusake balelane Kebo Kenanga.”
                Raden Patah mrentah Ja’far Sodiq ngerem-ngerem Kebo Kenanga. Sak jroning perang, Kebo Kenanga mati, ananging kadigdayane Ja’far Sodiq panglima perang suwe-suwe lingsem. Nganti ancang-ancang pindhahe ing Kudus, Ja’far Sodiq wis ora dadi panglima perang ananging dadi penghulu masjid ing Demak.
                “Awakmu dakwenehi tugas ngerem-erem Kebo Kenanga,” kandhane Raden Patah marang Ja’far Sodiq.
                “Inggih sendika dauh Raden.”
                Ja’far Sodiq lunga marani Kebo Kenanga ananging Kebo Kenanga ora bisa diomongi kanthi alus. Ja’far Sodiq uga ngladeni kekarepane Kebo Kenanga. Kebo Kenanga kalah deweke mati ing medan perang.
                Sak lungane Ja’far Sodiq saka Demak, ana pangira Ja’far Sodiq salah paham karo Raja Demak. Menawa wae Ja’far Sodiq salah paham karo Sunan Kalijaga. Sakjroning serat kandha diterangake Ja’far Sodiq nduwe murid, Pangeran Prawoto. Pangeran Prawoto ngakoni Sunan Kalijaga iku guru anyar.
                Ja’far Sodiq nganggep, Pangeran Prawoto durhaka, amarga ngakoni guru loro, wektu iku pangeran Prawoto dadi raja Demak. Ja’far Sodiq nduweni niyat mateni Prawoto lewat tangane Aryu Penangsang, sing ora liya adhin kandhunge Prawoto.
                “Prawoto kuwi durhaka amarga ngakoni guru loro,” kandhane Ja’far Sodiq.
                “Aku nduwe niat arep mateni Prawoto.”
                “Arya Penangsang kuwe tak wenehi tugas mateni Prawoto.”
                “Nanging, Sunan, Prawoto menika kakang kula.”
                ”Aku rak peduli, pokoke Prawoto kudu mati.”
                Akhire Arya Penangsang banjur ngongkon wong liya, sing jenenge Rangkud.
                “Rangkud, aku njaluk tulung. Tulung kakang Prawoto kae pateni, Ja’far Sodiq ngongkon aku, ananging aku rak tegel amarga Prawoto kuwi kakangku dewe.”
                “Lha, kenapa kok kudu dipateni?”
                “Ngendikane Ja’far Sodiq, Prawoto kuwi durhaka amarga ngakoni guru loro.”
                “Ooo…ngono perkarane. Yen ngono aku gelem nglaksanakake tugas.”
                Pangeran Prawoto akhire mati karo bojone, sawise ditusuk rangkud, mayite Prawoto disendhekake ing awake bojone, amarga kekarone diunus pedhang. Rangkud uga mati amarga ora dinyana-nyana, sadurunge mati, Prawoto sempat nguncalake keris Kyai Bethok ing awake.
                Ja’far Sodiq ninggalake Demak kerana awake dhewe. Dheweke kepengin urip bebas kanggo kepentingan agama Islam. Durung jelas kapan cethane Ja’far Sodiq teka ana ing Kudus. Wektu Ja’far Sodiq teka ing Kudus, kutha iku isih dijenengi Kutha Tajug. Raiturut kandhane warga ing kono, sing pisanan mbiyarake kutha Tajug yaiku Kyai Telingsing. Jenenge asli Telingsing yaiku The Ling Sing amarga asale saka negara Cina nanging agamane Islam.
                Crita iki nuduhake yen kutha iku wis maju sadurunge Ja’far Sodiq teka. Crita sing dipercaya, Ja’far Sodiq dadi penghulu Demak sing nyingkir saka Kraton. Ing Tajug, Ja’far Sodiq kawitane urip ing tengah-tengahing jama’ah cilik. Ana sing natsin jamaah Ja’ar Sodiqsantrine ana sing saka Demak. Sakwise jamaahe saya akeh, Ja’far Sodiq banjur mbangun mesjid kanggo ngibadah lan kanggo pusat penyebaran agama. Panggonan ibadah sing diyakini dibangun Ja’far Sodiq yaiku mesjid menara Kudus, sing saiki isih ngadeg. Jenenge Ja’far Sodiq ditulis sajroning tembok mesjid.
                Miturut catetan lan critane masyarakat, Mesjid Menara Kudus iki dibangun taun 956 Hijriyah utawa 1549 M. Sajroning tulisan ana tembung basa arab sing artine “Mesjid Aqso iki didekke ing negara Qudus….” Cetha banget Ja’far Sodiq menehi jeneng masjid yaiku Mesjid Aqso, padha karo Mesjid Masjidil Aqso ing Yerussalem.
                Kutha Tajug uga nduweni jeneng anyar, yaiku Quds, banjur ganti dadi Kudus. Akhire Ja’far Sodiq dhewe luwih misuwur ajejuluk Sunan Kudus. Sajroning nyebarake agama Islam Sunan Kudus manut alirane Sunan Kalijaga, yaiku nggunakkae model “tutwuri Handayani” tegese Sunan Kudus yen nyebarake agama saka sethithik.
                Wektu iku wong Kudus isih dikuwasai penganut Hindhu. Mula Sunan Kudus anggone nyebarake agama kanthi cara nggabungake adat Hindhu mlebu ing Islam. Contone Sunan Kudus nyembelih kebo, ora sapi, wektu Idul Adha. Iku mratandhakake pangormatan Sunan Kudus marang umat Hindhu. Amarga sapi ing agama Hindhu kuwi kelebu kewan kang suci.
                Cara sing menarik supaya penganut agama liya siap ngrungokake ceramah agama Islam saka Sunan Kudus yaiku surat al- baqarah  sing artine sapi. Kerep diwacakake Sunan Kudus kanggo nengsemake sing ngrungokake.
                “Para jamaah nyuwu perhatosanipun, kula badhe maosaken Surat Al-Baqarah ingkang artosipun sapi.”
                Pembangunan Mesjid Kudus ora ninggalake arsitek Hindhu, wangun menarane teteparsitek gaya Hindhu.
                “Sunan kenging napa menara ingkang dipun damel kok bangunane sami kaliyan bentuk bangunan Hindhu?” pitakone salah sawijining santrine Sunan Kudus.
                “Kuwi mratandakake yen awake dhewe isih ngormati agama liya.”
                “Punapa kok kedhah ngaten Sunan?”
                “Amarga warga ing kene akehe nganut agama Hindhu, mula supaya masyarakat ora canggung, aku milih nyebarake agama kanthi cara mangkono.”
                “Oo..mekaten nggih, Sunan.”
                Kejaba menara Kudus deweke uga ninggali mesjid gedhe ing Kudus sing banjur dikenal kanthi sebutan Masjid Menara Kudus. Ing plataran mesjid ana bangunan menara kuno kang endah. Asal usule jeneng kudus miturut dongeng ing kalangan masyarakat yaiku jaman Sunan Kudus tau lunga kaji karo luru ngelmu ing negara Arab. Banjur dheweke uga mulang ing kana. Wektu iku tanah Arab kena wabah penyakit sing medeni, penyakit iku isa waras amarga jasane Sunan Kudus. Mulane wong kana menehi hadhiah karo Sunan Kudus. Ananging deweke ora gelem, mung kenang-kenangan watu sing dijaluk, watu iku saka kuto Baitul Makdis utawa Jerussalem. Mula kanggo tandha pangormatan tau neng kana banjur diwenehi jeneng Kudus.
                “Sunan punika kenang-kenangan saking warga mriki amargi sunan sampun nylametake masyarakat Arab saking wabah penyakit.”
                “Ora usah repot, aku nulung kanthi ati ikhlas.”
                “Punapa Sunan mboten kersa kaliyan hadiah punika?”
                “Ora ngono, aku mung pengen njaluk kenang-kenangan watu saka tanah Arab kene.”
                “Inggih, mangga Sunan, ananging punika namung watu biasa.”
                ”Ora apa-apa.”
                Kebiasaan unik Sunan Kudus sajroning dakwah yaiku acara bedhug dandang kanggo pratandha tekane sasi ramadhan kanggo ngundang para jamaah ing mesjid. Sunan Kudus nabuh bedug terus-terusan. Sakwise jamah kumpul ing mesjid Sunan Kudus ngumumake kapan peesise kawitane pasa pisanan.
                “Para jamaah pasa pisanan diwiwiti sesuk pajar. Mula padha disiapke lahir batin. Yen pasa aja mung ngempet hawa nafsu namun perilaku uga dijaga,” ngendikane Sunan Kudus.
                Saiki acara dandangan isih diterusake ananging wis adoh saka asline. Yen arep ramadhan akeh wong sing padha teka ing sakiwa tengene mesjid, ananging ora arep ngrungokake pengumuman awal pasa, mung kanggo tuku macem-macem jadah sing diedol para pedagang musiman.
                Sadurunge mesjid kuno kuwi dibangun, dheweke nggawe mesjid ing Nganguk, yaiku mesjide Sunan Kudus kang pisanan. Sajroning crita sakdurunge Sunan Kudus dadi pemimpin ing Kudus ana sawijining tokoh kang misuhur yaiku kyai Telingsing, amarga deweke wis tuwo pengen luru gantine.
                Sawijining dina kyai Telingsing ngadek lingak-linguk ujug-ujug Sunan Kudus saka kidul, banjur mesjid dibangun kanthi wektu kang cepet, malah ana sing kandha mesjid iku ujug-ujug ana terus diarani Mesjid Tiban. Banjur desa iku dijenengake Nganguk, mesjide dijenengi Mesjid Nganguk Wali.
                Sajroning crita masyarakat ing kono menara Kudus lan lawang kembar iku dibungkus saputangan kang digawa saka tanah Arab, ana sing kandha maneh lawang kembar pindhahan saka Majapahit.

SUNAN KATONG LAN PAKUWOJO

ASALE JENENG KENDAL
               
                Bhatara Katong utawa Sunan Katong lan rombongane teka ing Kaliwungu, ing Gunung Penjolr utawa ing Gunung Telapak Kuntul Melayang. Rombongan kuwi antarane Ten Koe Pen Jian Lien, Han Bie Yan, lan Raden Panggung. Ing crita tutur utawa crita rakyat tokoh-tokoh kuwi mau dijaluki Teluk penjalin, kyai Gembyang lan wali Joko. Ratakake agama Islam ing Kaliwungu lan sekitare ora ana alangane. Banjur mlebu tlatah ngulon, ana tokoh agama Hindu/Budha, yaiku manten Pejabat Tinggi Kadipaten ing ngisor kerajaan Majapahit kanggo wilayah Kendal utawa Kaliwungu sing jenenge Suromenggolo utawa Empu Pakuwojo.
                Suromenggolo utawa Empu Pakuwojo ing crita tutur, dheweke wong dhuwur Majapahit lan Resi. Supaya nganut agama Islam ora bakal carane mbujuk Pakuwojo. Amarga dheweke krasa duwe keluwihan, amarga diwujudi karol adu kekuwatan.
                Mupakati lan panjalukake gawe tandingan “ seumpama Sunan Katong sanggup ngalahake, mula dhweke gelem melu ajarane utawa melu agama Islam. Lan dadi muride Sunan Katong” pola adu kekuwatan dadi budaya wong-wong biyen.
                Adu katimbangan kuwi Pakuwojo direwangi karo kancane lan sadulure lawan tetimbangan kuwi gawe geger lan rame banget. Adu taruan wong-wong sakti kaya Pakuwojo lan Sunan Katong, sakliyane adu raga kaya mengkana adu kakuwatan bathin. Pakuwojo ora tau menang lan dheweke kudu mlayu carane yaiku ngumpet. Pikirane dheweke, Sunan Katong ora bakal ngonangi.
                Pakuwojo ngumpet ing wit gedhe sing ana luwangane, karepe Sunan Katong ora bakal ngonangi tapi Sunan Katong bakal bisa ngonangi Pakuwojo, Pakuwojo banjur nyerah.
                Janjine Pakuwojo ngucapake rong ukara Sahadat gawe tandha mlebu Islam. Sunan Katong njenengi wit sing gedhe sing digawe ngumpet Pakuwojo dijenengi Pohon Kendal utawa wit Kandal, sing artine penerang. Ing pnggonan kuwi mau Pakuwojo maleh jembar atine lan pikirane terang lan mlebu Islam. Kali sing kanggo adu kekuwatan tokoh-tokoh kae Sunan Katong lan Pakuwojo dijenengi Kali utawa Sungai Kendal yaiku kali sing misahake kutha Kendal nggone ing ngarep masjid Kendal. Akeh sing wong nyebut empu Pakuwojo dene saiki Sunan Katong nyebut Pangeran Pakuwojo, amarga dheweke wong gedhe saka Majapahit, sakuwise kuwi dheweke marang ing padepokan sing nggone ing Gunung Sentir, lan dadi murid Sunan Katong dituruti apik-apik.
                Pohon Kendal disebut Kendalsari isih ana katrangan liya sing hubungane karo sebutan Kendal, yaiku Kendal saka ukara Kendal Pura. Dideleng saka jenenge, Kedal Pura iki ana kaitanne saka agama Hindu, sing katrangane agama Hindu uwis ana mlebu tlatah Kendal.
                Ana katrangane maneh Kendal saka ukurane kang dadi utawa Kantali. Sebutan kuwi sebutanne wong-wong cina, hubungane karo temuake arca ing Kendal. Sing candi-candi kuwi mau umure luwih tuwa tinimbang candi Borobudur lan candi Prambanan. Tapi masyarakat luwih percaya karo tulisan Babat Tanah Jawi, sing nerangake Kendal asale saka wit sing jenenge Pohon Kendal utawa wit Kendal.
                Amerga dingerteni Sunan Katong lan Pakuwojo sing oleh dukungan sak Pangeran Benowo, sakliyane kuwi tulisan-tulisan dukungan liyane ana ing Universitas Leiden, Belanda yaiku Perguruan Tinggi utawa sekolah dhuwur, sing terkenal sing akeh nyimpen tulisan sejarah jawa. Crita-crita sing nerangake Sunan Katong lan Pakuwojo mati bareng ( Sampyuh ).
                Ing wektu Teluk Penjalin kena Sabetan keris saka Pakuwojo lan mati tiniba jasad Teluk Penjalin ilang lan sakuwise metu keris, lan keris kuwi bisa ngomong lan diwenehi ngerti karo Sunan Katong, crita saiki cara harfiyah dadi ora cetha tuturanne.

Minggu, 22 Januari 2012

RAWA PENING




Ngasem yaiku salah siwijining desa ing wilayah Kecamatan Ambarawa. Ing desa Ngasem biyen ana pasraman utawa pandhepokan kang ngajarake olah batin utawa nyedakake awak marang Gusti Kang Maha Agung lan olah kanuragan gawe jaga awak supaya tetep sehat. uga bisa digunakake gawe sarana bela diri.
Padhepokan ing Ngasem nduweni daya tarik dening masyarakat sekitare. Gawe sarana nuntut ilmu kanggo bekal urip ing donya lan akhirat. Kahanan ing padhepokan Ngasem ayem tentrem gawe wong-wong kang padha manggon ing kono padha krasan.
Kabeh “Puthut” (murid lanang) utawa “Endang” (murid wedok) krasa bungah entuk bimbingan saka guru kang jenengane Salokantara. Dheweke salah siwijine guru kang bijak lan nguwasai kabeh ilmu kang dibutukake ing donya lan akhirat.
Sawijining dina Ni Endang Ariwulan kang nduweni rupa ayu bingung nggoleki peso kanggo nyigar pinang. Wis digoleki mrana-mrene nanging tetep ora ketemu, kamangka isih akeh gawean kang kudu dirampungake. Kepeksane ora ketemu, Ariwulan diwani-wanikake nyileh peso simpenane Ki Hajar Salokantara kanggo nyigar pinang, gawe ramuan sesajen kang arep disiapake kanggo mengko bengi.
Ki Hajar kaget krungu panyuwunne Ariwulan. Nanging Ki Hajar tetep  nyilehake peso simpenane kanthi weling,
“peso iki peso simpenanku kang arang banget tak gunakake, kowe kudu ati-ati aja nganti keliru olehmu gunakake. Peso iki aja nganti kok selehake ana pankonmu.”
Sawise ngiyani pesene Ki Hajar, Ariwulan nampani pesone lan digunakake kanggo nyigar pinang. Saking akehe gawean Ariwulan lali nyelehake peso ana ing pangkone. Peso mau ujug-ujug ilang.
Ni Endang Ariwulan wedi lan ndhredheg. Dheweke banjur ngadhep lan matur marang Ki Hajar Salokantara,
 “kula nyuwun pangapunten Ki Hajar, kula kesupen marang welingipun Ki Hajar. Kula ndekekaken peso wau wonten pangkon kula.”
Ki Hajar Salokantara meneng sauntara, nanging atine kepengin nesu lan pengen ngamuk. Sawise ambegan dawa, rasa pengin nesu lan pengin ngamuk mau rada ilang.
“Ariwulan….saiki terusana wae gaweanmu supaya cepet rampung” kandane Ki Hajar kanthi sareh.
“Boten Ki….kula sampun nglalikaken welingipun Ki Hajar. Mangga panjenengan ngukum kula Ki…”
Nanging ndelokake kejujuran Ni Endang Ariwulan, Ki Hajar ora tegel ngukum. Acara ritual kang biasa dilakoni ing Desa Ngasem kanthi ngundang para warga klakon kanthi lancar lan hikmad ora ana alangan apa-apa.
Let pirang dina Desa Ngasem gempar amarga ana kabar yen Ariwulan meteng. Saya suwe wetenge Ariwulan saya gedhe. Ki Hajar Salokantara banjur  ngundang Endang Ariwulan.       
     “Ariwulan reneya”
    “Inggih Ki…..”
    “Wulan….aku ora arep nyeneni kowe, nanging ana sing arep tak     omongke karo kowe. Kaping pisan, aku duwe niat arep tapa brata ing gunung Telamaya. Kaping pindho, iki gentha utawa klinthingan gawanen, moga-moga besuk bisa kanggo gawe anak sing lagi ana ing wetengmu saiki.”
    “Ki Hajar, menapa kula angsal dherek?”
    “Ora usah….kowe tetep ana kene wae ing Desa Ngasem kene. Sabar lan tetep donga marang Gusti supaya tetep tabah lan kuat ngadhepi cobaan ing donya iki.”
    Ki Hajar Salokantara banjur mangkat ing gunung Telamaya. Ariwulan sedih banget amarga ditinggal Ki Hajar.
    Sawijining dina Ariwulan nglairake anak. Warga Ngasem padha geger amarga ngerti yen Endang Ariwulan ora nglairake jabang bocah nanging jabang naga. Kahanan sansaya gempar amarga jabang naga mau bisa nangis lan ngomong kaya manungsa. Warga padha ngece marang Ariwulan. Nanging Ariwulan tetep sabar lan tabah ngadhepi kabeh mau.
    Senadyan wujud lan kahanane anake beda karo liya-liyane, “wingka katon kencana.” Anak kang awujud naga mau tetep dirumati lan digemateni. Nalika gedhe, warga desa Ngasem padha ngece anake Ariwulan. Omongane warga marakake panase kuping. Anake diunekake anak haram, anak jadah sing bapake ora jelas lan sapanunggalane.
    Sang Naga banjur takon marang ibune, “Bu,sabenere sinten asmanipun bapak kula lan sakmenika wonten pundi?”
    Ariwulan banjur cerita, “Bapakmu dudu wong sembarangan, bapakmu yaiku Ki Hajar Salokantara. Bapakmu saiki lagi tapa brata ana gunung Telamaya”
    “Menawi mekaten punapa kula angsal mrika, Bu.”
    “Mengko disek ngger, yen pancen kowe kepengin ketemu tenan karo bapakmu, gentha utawa klinthingan iki gawanen ngger….weruhna bapakmu.”
    “Lha wonten punapa Bu, kok kula kedah beta gentha utawa klinthingan niki?”
    “Kuwi biyen sing menehi bapakmu, gawana lan weruhake. Wektu ing dalan mengko gentha utawa klinthingan iki kerep-kerep unekake.”
    Sang Naga banjur pamit lan njaluk restune ibune arep goleki bapake.     Ibune pesen marang sang naga, “ngger, kowe lewat dalan banyu wae supaya lakumu cepet tekan.”
    “Inggih, Bu”
Ariwulan ngetutake anake saka kadohan. Supaya anake ora ngerti yen ditutake.
    Lakune Sang Naga ing Desa Ngasem nglewati kali yaiku Kali Panjang. Sawise mlaku adoh banget, Sang Naga leren ing ngisor watu jenenge Watu Sisik. Nyambi leren Sang Naga tapa supaya cepet klakon apa kang dituju. Lelakune diterusake maneh nganti tekan “Ngambah Rawa” utawa nglewati rawa-rawa. Sawise kuwi Sang Naga nglewati Kaligung. Sang naga kesel lan leren maneh ing watu jenenge Selo Gombak (sebelah wetane Desa Dengkel).
    Ing lelakune lan pangembarane, gentha utawa klinthingane diunekake terus kanggo nambani rasa kangene marang ibune lan supaya bapake krungu menawa bapake ana ing sekitare dheweke. Warga desa kang dilewati Sang Naga dadi geger krungu swara klinthingan. Sawise padha digoleki jebule suara kuwi asale saka kali lan saka ula gedhe utawa naga kang nggunakake klinthingan ing kuping (sumping). Amarga kuwi Sang Naga dikenal dadi Bra Klinthing. Sing akhire dikenal dadi Baru Klinthing.
    Pirang-pirang taun suwene Sang Naga nggoleki bapake nanging tetep ora ketemu. Baru Klinthing nesu lan wis wegah nggoleki bapake maneh. Nanging wektu kahanan kaya ngana  kuwi Baru Klinthing rada-rada krungu swara “kidung”. Suara kuwi jebule swarane Ariwulan, ibune Baru Klinthing.
    Baru Klinthing semangat maneh nggoleki bapakke. Saka Selo Gombak Baru Klinthing nglewati dalan darat utawa lemah munggah gunung Telamaya goleki pertapane Ki Hajar Salokantara.
    Saka kadohan Ariwulan ngerti yen anake wis nemukake pertapane bapake. Ariwulan banjur medhun lan manggon ing salah siwijining desa yaiku Desa Sepakung. Amarga rupane Ariwulan kang ayu banget, ing Desa Sepakung dadi omongan warga. Ariwulan milih manggon ing cedhak sendhang. Saya suwe rupane Ariwulan saya ayu. Para warga khususe sing wadon-wadon padha kepengin kenal akrab marang Ariwulan lan padha kepengin melu adus lan semedi ing pinggir sendhang. Kaya sing dilakoni Ariwulan. Sendhang kuwi banjur dijenengi sendhang Ariwulan.
    Ing pertapan Telamaya, Ki Hajar Salokantara kaget amarga weruh naga ana ngarepane. Naga mau nundhuk-nundhuk kaya-kaya ngormati Ki Hajar.     Naga mau ngomong marang Ki Hajar Salokantara, “Ki….napa kula angsal tangklet?”
    Ki Hajar Salokantara sawise krungu suara mau kaget banjur ngadeg, “apa bener kowe sing ngomong?”
    “Inggih Ki, kula badhe tangklet kaliyan panjenengan?”
    “O…”
    Ki Hajar Salokantara banjur nangis lan sawise tenang banjur nakoni maneh naga mau, “hai taksaka Gung, arep takon apa?”
    “Saderengipun nyuwun pangapunten nggih, sampun ngageti panjenengan.”
    “Ora, ora…. Kowe ora salah kok. Apa sing arep kok takokake marang aku?”
    “Napa leres mriki dhaerah gunung Telamaya?”
    “Iya bener ngger, kene Gunung Telamaya”
    “Ingkang dipun sebat pertapan gunung Telamaya punika pundi, Ki?”
    “Pertapan Telamaya kuwi ya kene iki, ana perlu apa ngger goleki pertapan Telamaya?”
    “Napa leres panjenengan ingkang asamipun Ki Hajar Salokantara?”
    “Iya ngger …lha kowe kok bisa ngerti jenengku dikandani sapa?”
    “Dados panjenengan leres Ki Hajar Salokantara?”
    “Iya ngger kowe ora keliru.”
    “Menawi ngoten panjenengan tiyang sepuh kula…panjenengan bapak kula, Ki.”
    Baru Klinthing bungah banget bisa nemukake bapake. Banjur Baru Klinthing nundhuk-nundhukake sirahe.
    “Sek ngger, kowe kok bisa ngaku-ngaku dadi anakku ki kepriye ceritane?”
    “Nggih pak, kula pancen putranipun panjenengan.”
    “Yen pancen bener kowe ki anakku, sapa jenenge ibumu lan manggone ana ngendi?”
    “Ibu asmanipun Ariwulan, lan manggen wonten Desa Ngasem.”
    “Kowe aja tambah ngapusi aku, ngaku-ngaku anake Ariwulan, kowe ngerti Ariwulan ki sapa?”
    “Ariwulan menika murid padhepokan Ngasem.”
    “Bener ngger, kowe mrene iki apa sing menehi ngerti ibumu ngger ?”
    “Inggih pak, kula diparingi gentha utawa klinthingan niki supados ditinggalaken dhateng bapak kagem prathanda menawi kula menika leres putranipun panjenengan.”
    Ndelokake gentha utawa klinthingan mau, Ki Hajar kelingan rikala jaman biyen. Ki Hajar sedhih banget, apa maneh anakke Ariwulan awujud naga. Ki Hajar ora bisa mbayangake kaya ngapa nelangsane lan susahe Ariwulan sawise ditinggal dheweke. Atine nggregel lan nangis mbayangake pangorbanan kang gedhe lan tulus saka ibu marang anakke, sanajan anakke awujud naga.
    “Ngger…senadyan kowe bisa nggawa klinthingan iki, kang biyen tak wenehake ibumu Ariwulan, kuwi durung cukup ngger….ing donya iki ora ana kang kaleksanan kekarepane tanpa pangorbanan. Kabeh kuwi kudu ana tebusane. Tebusan sing tak jaluk yaiku “laku”. Yen pancen kowe bener-bener anakku lan ibumu jenenge Ariwulan murid padhepokan Ngasem, mestine kowe ngerti kang diarani “laku larak brata”. Kowe tapanen ngger…!!!”
    “Laku napa ingkang kedah kula laksanakaken?”
    “Sisih lor kana kae ana Gunung Kendhil. Tapa bratana ana kana. Ubengana utawa nglekerana gunung kae nganti tepung gelang.”
    Baru Klinthing banjur nglaksanakake prentahe Ki Hajar Salokantara supaya dheweke bisa diakoni anak. Ki Hajar Salokantara ngetutake saka mburi. Baru Klinthing ngubengi Gunung kendhil mau. Jebule antarane sirah lan buntut ora bisa gathuk utawa durung tepung gelang, isih kurang sakilan. Baru Klinthing nyiasati meletake ilate supaya gathuk karo buntute. Ki Hajar Salokantara weruh banjur ilate Baru Klinthing dikethok.
“Ngger, kowe ora entuk nutupi kekuranganmu nganggo ilatmu kuwi. Ngertiya ngger…ilatmu kuwi pusaka sing paling hebat ora ana tandingane. Wong Jawa ngomong
ilat jembare mung sawelat
nanging darbe khasiyat
yen pinuju nuju prana
bisa hamemikat
yen tan pener
bisa gawe getering jagad
saiki terusake maneh anggonmu tapa nganti apa kang dadi panyuwunku keturutan.”
Tugelan ilate Baru Klinthing digawa Ki Hajar lan didadekake tombak jenengane “Kyai Baru Kuping”.
    Wis pirang-pirang taun olehe Baru Klinthing tapa. Nganti awake Baru Klinthing ora ketok maneh. Awake nganti lumuten lan wes akeh wit-witan kang thukul lan wis gedhe-gedhe.
    Ni Endang Ariwulan kanthi sabar nunggoni Baru Klinthing tapa. Ibune mung bisa ndonga marang Gusti supaya apa sing dadi panyuwune Baru Klinthing cepet kaleksanan.
    Sawijing dina Ariwulan weruh Ki Hajar Salokantara nemoni dheweke.     Ariwulan banjur ngaturake sembah marang ki Hajar, “wonten napa Ki Hajar rawuh mriki?”
    “Wulan…aku kepengin ngerti kahananmu saiki.”
    “Matur Sembah nuwun Ki, kula sehat-sehat mawon. Wonten mriki tangga tepalihipun sampun kados keluarga piyambak. Sami sae sedaya kok, Ki. Kathah ibu-ibu lan lare-lare wadon ingkang asring mriki badhe ndherek siram wonten sendhang niki.”
    “Yo syukur yen ngana, kowe ora usah sewu-suwe manggon ana kene amarga anakmu Baru Klinthing wis arep bebas. Kowe mudhuna dhisik meyang Desa Pathok. Kanthi laku “tapa ngrame” kanggo sarana methuk anakmu kang wus dadi manungsa sempurna.”
    Ariwulan bungah banget krungu kabar saka Ki Hajar Salokantara. Ariwulan banjur cepet-cepet mudhun ninggalake Desa Sepakung tumuju Desa Pathok.
    Desa Pathok kalebu wilayah perdhikan kabuyutan Banyubiru. Ing Desa kang loh jinawi iki wargane padha makmur, kabeh kebutuhan kecukupan. Nanging ing kono wargane ora padha duwe rasa syukur marang Gusti malah isih padha takabur. Pakulinan kang ora apik miturut agama isih wae dilakoni. Contone ngombe arak, maen kertu, ledhekan lan sakpanunggalane.
    Desa Pathok arep ngadhakake pesta sawise panen. Warga padha repot dhewe-dhewe kanggo nyiapake pesta. Ana kang ngresiki lan nata banjar desa. Nonomane padga nggolek kewan ana alas. Wis sedina nonoman ana alas nanging ora entuk apa-apa. Nonoman banjur padha leren amarga padha ngeleh lan ngelak. Nyambi padha lungguhan lan guneman pakulinan mamah suruh ora dilalekake. Nanging wektu arep nyigar pinang kanggo ramuan mamah suruh, nanging ora ana panggonan kanggo landhesan. Banjur salah siwijine nonoman mau nggolek landhesan. Dheweke nemokake kayu kang warnane ireng banget lan katon tuwa banget. Pinang mau disigar ana dhuwur kayu. Ora nyana kayu kang gawe nyigar pinang mau ngetokake getih. Dheweke banjur mbacok-mbacok kayu mau. Kancane kabeh padha diundang amarga dheweke percaya getih mau metu saka awake kewan. Kewan kuwi jebule ula gedhe kang ngubengi gunung ora liya yaiku Baru Klinthing.
    Nonoman mau padha bungah lan cepet-cepet nggawa dhaging kewan mau meyang banjar. Wektu wong-wong padha repot ngurusi dhaging mau, ana salah siwijine nonoman kang ngetutake tekan banjar. Rupane bagus lan gagah nanging awake katon reget banget. Nom-noman mau jelmaane Baru Klinthing.
    Ing banjar, desa warga padha ngaso lan padha mangan. Nonoman mau nyedhak lan arep njaluk mangan, nanging ora ana sing gelem menehi.
    “Nuwun sewu, punapa kula angsal nyuwun maeme?”
    “Ora entuk, kana lunga !!!”
    “Kula ngelih pak, nyuwun  sekedhik mawon…”
    “Kowe krungu apa ora !!! Neng kene ora nggone wong gembel lan wong ngemis kaya kowe. Kana lunga ! marake ora napsu mangan. Yen ora lunga-lunga tak gebugi.”
    Nonoman mau mung meneng lan isih tetep ana kana.
    “Kanca-kanca ayo usir wong kuwi lan gebugi bareng-bareng wae!”
    Nnoman mau akhire lunga ninggalake banjar.
    Kendurenan lan pesta wis mulai ing plataran banjar. Lanang, wadon, nom, tuwa, gedhe lan cilik padha kumpul kabeh. Padha mangan bareng-bareng. Kahanane rame banget. Kahanan sansaya rame sawise gamelan mulai dithuthuk.
    Beda ceritane karo wong tuwa kang lagi ngadhuk sega ana ing salah siwijining gubug ing pojokan desa. Dheweke krasa mesakake sawise weruh ana nonoman bagus lan gagah nanging katon reget lan lemes njaluk pangan.
    “Mbok, punapa kula angsal nyuwun maeme, kula sampun ngelih sanget?”
    “ O….mrene-mrene mlebu dhisik ngger lan lungguha neng klasa kana!”
    “Inggih, mbok matur suwun.”
    Nonoman mau banjur diwenehi mangan karo mbok tuwa mau. Mbok tuwa iku jebule Ni Endang Ariwulan.
    “Ngger, jenengmu sapa lan omahmu ngendi?”
    “Tiyang-tiyang sami ngundang kula Jaka Badung mbok, kula saking gunung Telamaya”
    “Apa….!!! Jaka Badung saka Telamaya?”
    “Inggih mbok, wonten punapa mbok kok sajakke kaget ?”
    “Ora…. ora kok, ngger”
    Ariwulan kelingan omongane Ki Hajar Salokantara, dheweke mbatin, “ apa iki anakku”
    Mbok tuwa mau nangis.
    “Wonten napa mbok kok panjenengan nangis?”
    “Ora ana apa-apa, ngger…”
    “Mbok desa mriki niki naminipun desa napa lan kok wonten rame-rame wonten mrika niku napa ta mbok?”
    “Desa iki jenenge Desa pathok, rame-rame ana kana kae yaiku para warga desa padha pesta ngrayakake bubar panen gedhe lan tiap taune ana kaya ngono kae.”
    “Lemah wonten mriki subur sanget nggih mbok, tiyang-tiyang sami panen kathah nggih mbok?”
    “Iya ngger, wong-wong kene ki padha sugih-sugih kejaba simbok iki.     Saben dina mung mangan sega sithik, yen wis kenteken sega yo mangan tela. Kadhang simbok malah ora mangan, ngger…”
    “Simbok piyambakan wonten mriki ?”
    “Iya, ngger…”
Sakbubare mangan lan guneman karo simbok, Jaka Badung pamitan lan pesen marang simbok, “mbok, kula badhe ningali rame-rame ing banjar desa, menawi mangke mireng swara gemrudug saking arah banjar, simbok mang numpak lesung lan mbeta enthong niki. Sampun nggih mbok kula pamit rumiyin.”
    Jaka Badung tumuju ing banjar desa. Dheweke arep njaluk panganan nanging ora diwenehi malah diece lan diusir.
    Jaka Badung nesu lan ndudut sada saka pinggange banjur ditancepake sada mau ing plataran banjar.
    “Sapa sing bisa njabut sada iki berarti pancen kuat tenan, prakosa lan sekti mandraguna. Bakal tak sembah ping pitu lan aku uga bakal lunga saka kene.”
    Kabeh wong sing ana kana wis njajal njabut sada mau, nanging siji-sijia ora ana sing bisa njabut. Akhire Jaka Badung dhewe sing njabut. Sabubare sada mau dijabut suara gluduk nyamber-nyamber, bumi gonjang-ganjing, bendhungane padha jebol lan banjir bandang. Kabeh bangunan sak isine padha keli.
    Lemah kang nemplek ing sapucuking sada sing dikipatke marang Jaka Badung mencelat ngalor lan dadi bukit jenenge Kendhaling Sada utawa Kendhalisada.
    Krungu suara gemrudug saka arah banjar, simbok langsung numpaki lesung lan nggawa enthong kanggo dhayung. Saya suwe banyu saya dhuwur lan saya deres. Simbok mau nangis kelingan omongane anake, “Ibu, geni salumahing bumi, bisa weh pepadhang lan pepati.”
    Saiki ana sawijining tlaga bening kang bisa gawe ngaca lan bisa menehi kauripan anyar. Tlaga iku yaiku RAWA BENING utawa RAWA PENING.


Rabu, 07 Desember 2011

Pitik tukung





Pitik tukung yaiku sawijining jenis pitik Jawa kang ora nduwe buntut. Pitik jenis iku dianggep keturunan sahingga ora bisa direka-reka diwenehi buntut kaya pithik umume, dongenge iku kaya ing ngisor iki.
Sunan Kalijaga,sawijining Sunan ing tanah Jawa sing wis misuwur saduluran karo Mpu Supa (tokoh legendharis sing pagaweyane tugang gawe keris sing ampuh. Sunan Kudus kang dadi tokoh ulama Islam. Dheweke asring dakwah ing tanah Jawa. BiasaneS Kalijaga sowan ing padhepokane Mpu Supa. Sunan Kalijaga kuwi sabendinane pasa sahingga ora ngrepotake Nyai Supa. Amarga saking kerepe Sunan Kalijaga sowan ing padhepokane Mpu Supa, Sunan nitipake ponakane supaya diwuruki sahingga dadi ahli keris kang mumpuni.
Ing sawijining dina, kaya biasane Sunan Kalijaga sowan ing omahe Mpu Supa lan disambut kanthi bungah. Sawetara wektu ndadekake pacelathon kang ngumbara maneka warna. Nalika tabuh awan, Sunan Kalijaga lan Mpu Supa jagongan.
"Ki Supa! Awake dhewe wis njagong nganthi kesel lan dina iki aku ora pasa. Aku kepengin mangan ing kene, kepengin ngrasakake iwak ing tambakmu. Kayane enak yen mangan iwak awan-awan ngene iki bareng ponakanku si Jebeng.”
"Adhuh, Kakang Kanjeng Sunan, kok ora ngomong dhisik yen saiki Kakang ngaso. Ngertia ngene dakjupukake iwake!” Wangsulane Mpu Supa. Sateruse kuwi Kanjeng Sunan Kalijaga mlebu langgar nindakake sholat Dhuhur.
"Sanalika Mpu Supa banjur njegur luru iwak kasenengane Kanjeng Sunan. Atine bungah banget yen bisa nuruti kepenginane sedulure sing wis misuwur ing tlatah Jawi dadi guru agama kang linuwih. Nanging bungahe mau luntur amarga sajrone jaring sing akeh iwake mau uga ana mayite si Jebeng. Ya Allah, apa dosane Si Jebeng nganti nasibe kaya ngene iki, sambate Mpu Supa sajrone kasusahane. Atine Mpu Supa krasa susah mbayangake yen Kanjeng Sunan nesu marang dheweke.

Pas tutuk omah, Mpu Supa nyritakake kadadeyan mau marang bojone sing lagi adang sega. "Nyai! Apa mungkin Si Jebeng kecemplung tambak kamangka dheweke ora bisa nglangi. Saiki, mayite Si Jebeng dakturokake ing kamarku. Eling lho, aja kandha-kandha marang Kanjeng Sunan. Nyai Supa kanthi susah nglakoni prentahe bojone iku. Sawise panganan mau wis disiapake, Mpu Supa minarakake Kanjeng Sunan. Sanalika Mpu Supa crita ngalor ngidul supaya Kanjeng Kunan kelalen niate kapethuk Si Jebeng. Nanging Sunan nakokake Si Jebeng sahingga Mpu Supa nyritakake perkara sabenere.
Wektu iku Sunan lagi mangan brutu sing dadi lawuh paling enak. Critane Kanjeng Sunan mandheg saka mangane banjur ngomong. "Ki Mpu kok ora crita sing sabenere wiwit mau karo aku, mbok menawa kuwi wis takdire Si Jebeng. Mula iku aku pesen karo anak putuku sing saumuran karo Jebeng supaya ora mangan brutu sing marai gela.

"Ngapunten Kakang Sunan, aku kepeksa tumindak kaya mangkene amarga hormatku marang Kanjeng Sunan supaya ora nguciwakake Panjengan. Nanging kuwi kabeh wis takdire sing Maha Kuwasa.Ya wis, kanthi ijin sing MahaK pitik mau dakuripke supaya dadi seksi kedadean mau sing nggawe sedhih awake dhewe. Banjur pitik sing dipangan mau ilang lan dumadakan metu pitik cilik sing ora duwe buntut. Kadadeyan mau ndadekake Mpu Supa gumun. Banjur Kanjeng Sunan ngomong, "Wis, Mpu! saiki kita reksa mayate si Jebeng supaya jembar alam kubure. Sabubare ngubur mayite Jebeng sing isih bocah iku, Sunan Kalijaga pamitan arep lunga menyang pondhoke.

Ki Supa lan bojone janji bakal ngamalake amanate Kanjeng Sunan satemene. Amanate yaiku supaya njaga anak-anak kang dadi peneruse.

Nganti saiki isih kelaku ing masyarakat Jawa sing ngrawehi bocah-bocah mangan brutu. Jarene yen dilanggar bakal ana kedadeyan sing nguciwakake utawa ndadekake wong sing mangan brutu dadi gela. Pitik tukung uga dianggep duwe tuwah lan didadekake sesaji tolak bala ing masyarakat Jawi.
Wanci semene uga akeh sing percaya yen mangan brutu iwak, utamane iwak pitik Jawa bisa ndadekake lalinan. Uga ana sing kandha sing nyebabake lalinan iku amarga panggonane brutu ana ing mburi cedhak buntut.